Saat pertama kali
gadis itu menginjakan kakinya dirumahku, aku sudah menyukainya. Tak
peduli bahwa ia adik angkatku, aku sangat menyukainya. Wajah lugunya
serta senyum polos yang selalu ia tunjukkan membuat perasaan ini semakin
tidak karuan. Bertahun-tahun aku menahan perasaanku karena aku tau mama
dan papaku tidak akan pernah mengizinkannya sampai kapanpun.
Avia, gadis kecil yang
dibawa orangtuaku dari sebuah panti asuhan itu kini tumbuh menjadi
seorang wanita yang cantik dan lembut. Dari awal, aku tidak pernah
bersikap baik kepadanya, aku tidak pernah menjawab ketika ia bertanya,
aku tidak pernah menunggunya untuk berangkat ke sekolah bersama, dan aku
tidak pernah menghiraukan keberadaannya...aku lakukan semua itu supaya
aku tidak merasa bersalah karna telah menyukai adik angkatku sendiri.
Bahkan Raina, teman
dekatku sejak SD menyalahkan perasaanku. Ia bilang bahwa aku rupayanya
sudah gila. Ia bilang kenapa tidak orang lain dan kenapa harus adik
angkatku. Aku hargai setiap perkataannya karena dia adalah teman baik
ku, tapi aku bisa berkata apa? Inilah aku! Hatiku tidak akan berubah
walau seluruh orang di dunia berkata cintaku ini mustahil!
“I’m sick of this life, i just wanna scream how could this happen to me...”
Simple Plan – Untitled
“kakak! Ka Niko!
Ditunggu mama sama papa untuk makan malam dibawah. Cepetan ya kak!” Seru
Via yang membuyarkan lamunanku saat itu.
Aku tidak menjawabnya,
aku malah pergi ke rumah Raina dan makan malam disana. Orangtua Raina
tidak keberatan harus semeja makan denganku karena mereka juga kenal
dekat dengan keluargaku dan aku sering sekali berkunjung. Setiap hatiku
sedang gundah gulana aku selalu menceritakannya pada Rai.
“gue ga tau ko mau kasih nasehat ke elo kaya gimana lagi...” ucap Raina merebahkan tubuhnya dan menutup wajahnya dengan bantal.
Aku mendekatinya dan
menarik bantal itu dari wajahnya. “ayolah Rai! Gue mohon! Gue
bener-bener suka sama Via. Gue juga ga tau kenapa Tuhan harus
menakdirkan dia jadi ade angkat gue. Gue bingung banget Rai!”
“ini nasehat terakhir
ko. Ada 2 pilihan. Lo mau nyatain perasaan lo atau mundur dan merelakan
semuanya.” Yang dikatakan Raina memang benar. Aku tidak punya pilihan
lain. Menunggu terlalu lama membuatku jenuh dan lelah. Aku hanya punya 2
pilihan itu dan harus segera ku putuskan yang mana yang akan aku ambil.
“gue nginep dirumah lo dulu ya Rai malam ini. Gue mau mikirin keputusannya.” Ujarku lalu menarik selimut dan bersiap tidur.
Tiba-tiba Raina
mendorong punggungku dengan kakinya hingga aku terjatuh dari tempat
tidurnya. “lo gila ko?! Tidur dibawah! Yang bener aja masa tidur bareng
sama gue!” omel gadis itu. Terkadang aku berfikir dia sangat lucu kalau
sedang marah-marah seperti itu. Aku tertawa dalam hati dan menuruti
perkataannya.
“iya! Kejam banget sih lo kaya Belanda!” ledekku.
“biarin aja! Daripada
elo bodoh banget ga pernah nyadar!” setelah membalas ledekanku Raina
langsung menutupi dirinya dengan selimut. Apa maksud dia? Ngga pernah
nyadar? Apa dia ngeledek aku yang ga pernah nyadar kalau menyukai Via
adalah suatu kemustahilan?
Keesokannya aku
berangkat sekolah bersama dengan Rai. Kami pergi dengan kendaraan umum.
Menunggu lampu merah untuk menyebrang jalan raya yang dipenuhi mobil dan
motor yang berlalu lalang. Aku menggandeng tangan Rai ketika lampu lalu
lintas menunjukkan warna merah dan menyebrang melalui zebra-cross.
Namun Raina menghempaskan tanganku ke udara. Ia melepaskan genggamanku
dan berlari. Saat aku akan mengejarnya lampu itu berubah warna, kulihat
datang sebuah truk berwarna putih dengan kecepatan tinggi tapi Rai tidak
menyadarinya sampai truk itu mengklaksoninya.
Aku berteriak sekencang-kencangnya. “RAIINAAAAAA!!!”
“She’s lost in the darkness, fading away..I’m still around here screaming her name...”
*Within Temptation – Lost*
Syukurlah...syukurlah
aku berhasil menariknya dan memeluknya sehingga tak terjadi sesuatu yang
buruk kepadanya. Jika itu terjadi, aku tak tau harus berbuat apa. Dalam
sekejap kaki dan tanganku membeku, aku masih terus mendekapnya erat.
Dan aku bisa lihat ketakutan yang mendalam dimatanya. Ia menggigit
kukunya dengan gemetaran, sedangkan orang-orang berkerumun mengelilingi
kami.
“udah Rai, udah ngga apa-apa. Gue berhasil menyelematkan lo. Lo ga perlu takut lagi Rai.” Ucapku sambil membelai rambutnya.
“t-terimakasih
Ko...terimakasih.” jawabnya terbata-bata. Raina memegang tanganku dengan
kencang, dan ia menarik-narik seragamku. Untuk itu aku berinisiatif
mengantarnya kerumah dan menyuruhnya beristirahat.
Setelah kejadian itu
aku merasa aneh pada diriku sendiri. Tapi aku tidak menghiraukannya.
Yang sekarang aku prioritaskan adalah mengungkapkan perasaanku pada
Avia. Malam harinya aku teringat akan nasihat Rai, bahwa aku mempunyai 2
pilihan. Dan disaat aku ingin mengutarakan perasaanku, kenapa sekarang
aku merasa ragu akan hatiku, kenapa aku ragu dengan perasaan yang sudah
lama aku pendam ini? Aku terus memikirkannya. Akhirnya ku putuskan untuk
tetap mengatakannya pada Via. Kemudian aku pun mendatangi kamarnya.
“ka Niko, ada apa?
Tumben kakak ke kamar aku?” ujarnya yang sedang memegang buku pelajaran
Biologi. Aku menghampirinya dan duduk disampingnya.
“Via, tolong dengerin kakak...karna kakak gak akan mengulangnya.” Kataku tak berani menatap adik angkatku itu.
“iya, Via pasti dengerin kakak. Kenapa ka? Ada apa?” jawabnya penuh rasa penasaran.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menelan ludah. “aku sayang sama kamu Via.”
“aku juga sayang
kakak. Aku kira selama ini kakak benci sama aku. Tapi aku lega ternyata
kakak sayang sama aku.” Avia menjawabnya dengan mudah sambil menorehkan
senyum polos diwajah cantiknya kemudian memelukku.
Aku kembali menarik
nafas dan berusaha menjelaskan bahwa perasaanku ini lebih dari rasa
sayang seorang adik-kakak. “kakak sayang kamu sebagai seorang wanita
Via! Aku cinta kamu!” Tampak wajah Avia begitu kaget mendengar
pernyataanku. Ia tak menjawab sepatah kata pun. Ia melepaskan
pelukannya. Ia tidak menoleh ke arahku sama sekali. Meskipun aku telah
ditolak, tapi aku merasa beban yang ku pikul selama ini telah sirna.
Walaupun aku tidak langsung bisa melupakan perasaan yang sudah sangat
lama ku pendam tapi aku yakin perlahan waktu akan mengembalikan keadaan
seperti semula.
“Nobody said it was easy..no one ever said it would be this hard, Oh take me back to the start...”
*Coldplay – Scientist*
Keseharianku berjalan seperti biasanya, untunglah ada Raina yang selalu bersama denganku. Sejak kejadian itu Via tidak berubah, ia tetap menegurku dengan senyum cerianya. Aku sungguh bersyukur dia tidak marah terhadapku dan kami pun perlahan menjalin hubungan selayaknya adik-kakak. Dan tahap demi tahap, perasaanku terhadapnya memudar. Mungkin kalau aku menceritakan kisah konyolku ini kepada semua orang mereka pasti akan berkata “yang kau alami itu Cinta Buta.” Jika kembali ke masa lalu aku jadi geli sendiri mengingat bagaimana bisa aku menyukai adik angkatku.
Namun aku
tak sependapat bahwa Cinta itu Buta. Cinta tetaplah cinta. Cinta itu
suci. Terkadang manusia seperti akulah yang tidak pandai melihat ataupun
menyadari yang sedang ku alami benar cinta atau hanya perasaan ingin
memiliki semata. Karna jika berbicara tentang cinta, berarti kita juga
membicarakan 2 orang yang memiliki perasaan yang sama. Aku cinta kamu,
dan kamu cinta aku. Dan cinta yang pernah aku miliki dulu adalah “Aku
cinta kamu, tetapi kamu tidak cinta aku.”
“hayooo!!
Ngelamun aja sih ko!” ternyata Raina yang mengagetkanku dari belakang.
Tanpa rasa bersalah ia malah mencubit pipiku dan cengengesan.
“awhh.. sakit tau Rai!” keluhku sambil mengusap pipiku yang merah karena dicubit gadis satu itu.
“masih ada
rasa yang tertinggal sama adik angkat?” ucapan Raina membuatku tak
dapat bergeming. Keheningan menghiasi kami saat itu. Tapi tindakan Raina
lebih-lebih membuatku terkejut. Ia mendekatiku dan memelukku.
Aku...mataku seperti hampir mau copot karna saking kagetnya. Aku tak
bisa begerak, tubuhku mati kukuh, namun aku merasakan sesuatu...suatu
kehangatan yang mampu menenangkan hatiku...
“jangan
menderita karna dia, karna banyak orang lain yang berlomba untuk
menyayangi elo Ko, termasuk gue...” setelah mengutarakan kalimat itu
lalu ia pergi, sedangkan aku...aku tak dapat mengatakan apa pun...aku
tak tau mengapa jika berada didekatnya aku hanya bisa terdiam.
Ya, aku
memang masih menyukai Avia. Tapi, aku kira seseorang baru saja menghapus
perasaan itu. Seseorang yang tidak kuduga... bahwa ia mampu melakukan
hal besar terhadap diriku. Aku tidak peka selama ini. Maafkan aku Rai...
Aku ingin kau selalu ada untukku...
Yah, walaupun tanpa ku katakan kau pasti selalu menemaniku...
Namun kali ini berbeda, aku sadar siapa yang sebenarnya aku sayangi...
Aku tidak benar-benar menyukai Avia, dulu itu hanya perasaanku sesaat karna kau pergi meninggalkan aku tanpa kabar sedikitpun...
“How did we lose our way, how did we fall apart...”
*All 4 One – Smile Like Monalisa*
“Rai! Rai mau kemana! Rai kan tau Niko ga punya temen selain Rai!”
“maafin
aku Ko, tapi aku harus tinggalin kamu lagi. Semua ini aku lakukan supaya
kamu menyadari siapa yang benar-benar kamu cintai. Da-dah Niko...”
Suara itu...wajah Raina...tapi mau pergi kemana lagi dia?!
“jangan pergi lagi Raiiiii !!!” jeritku yang terbangun tengah malam dari mimpi yang begitu menyesakkan dadaku. Bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Pikirku tak percaya. Ku tengok handphone yang saat itu bergetar. Ternyata sms dari Raina.
From : Raina Denniele
Hei,
ko. Maaf membangunkanmu tengah malam, tapi aku hanya ingin menyampaikan
satu hal. Tolong datanglah kerumahku nanti pagi, aku ingin mengucapkan
satu permintaan.
Ketika aku membalas sms-nya, tidak ada laporan terkirim sama sekali. Berulang-ulang aku mengirimnya hasilnya tetap sama. Karena penasaran, akhirnya aku menelfonnya...tapi nomernya tidak aktif. Aku benar-benar bingung. Permainan apa lagi ini Rai?! Gumamku.
Sial, semalaman aku tidak bisa tidur nyenyak karna perempuan merepotkan itu. Aku
terus menggerutu sepanjang perjalan kerumah Raina. Saat mengendarai
mobil tiba-tiba melintas seekor kucing yang membuatku terhentak kaget
dan aku langsung menginjak rem. Aku keluar dari mobil dan syukurlah aku
tidak menabrak binatang itu, ketika berbalik menuju mobil aku kembali
dibuat terkejut... Raina?!
“Rai, kok lo bisa disini? Bikin gue kaget aja!” ucapku agak sedikit terkejut.
“ah, kebetulan aja ko. Gue abis kerumah seseorang.” Tumben sekali dia tidak cerwet. Hari ini Rai kelihatan agak aneh.
“ayo gue anter lo pulang Rai.” Kataku menggandeng tangan Raina.
“jangan sekarang ko, gue mau pergi ke suatu tempat sama lo, boleh kan?” pintanya.
“karna sekarang hari minggu kayanya boleh juga
sekali-kali kita jalan, lagipula udah lama kita ga jalan bareng. Okedeh,
lo mau kemana? Gue anter.” Tuturku yang memasuki mobil bersama Rai.
“gue...mau ke taman hiburan ko.”
“wah seru tuh! Gue juga udah lama ga kesana, terakhir
kali sama lo pas kita umur 10 tahun hehe.” Lalu aku langsung menancap
gas menuju salah satu taman hiburan di daerah Jakarta Utara. Kami
menaiki semua wahan, mulai dari yang kekanak-kanakan seperti gajah
terbang, bom-bom car, istana boneka, sampai yang menyeramkan seperti
halilintar, tornado, dan kora-kora. Sudah lama sekali aku tidak ketempat
ini, dan aku merasa sangat nyaman...nyaman berada di dekat Rai.
“All my agony fades away when you hold me in your embrace...”
*Within Temptation – All I Need*
Wahana
terakhir yang kami naiki adalah Bianglala. Jujur, sebenarnya aku paling
takut naik wahan ini dari dulu. Tetapi aku bukan anak kecil lagi, jadi
aku memberanikan diri agar Raina tidak menganggapku pengecut.
“lo ga takut lagi ko?”
“enggaklah! Gue kan udah gede! Emangnya gue masih anak-anak!”
Raina
tertawa kecil, lalu ia berkata. “baguslah kalau begitu. Hari ini gue
seneng banget ko, terimakasih ya..” Ia menghampiriku dan memelukku.
Namun sekarang aku tidak hanya terdiam, aku membalas pelukannya. Dengan
erat aku mendekap gadis itu. Entah mengapa rasanya aku ingin menangis
ketika ia melepas pelukannya.
“lo masih
inget kata-kata gue kan ko? Jangan menangis untuk orang yang gak
benar-benar lo cintai. Jangan menderita karena seseorang yang lo cintai
meninggalkan lo. Karena gue akan selalu ada untuk lo, sampai
kapanpun...”
Sungguh,
aku tidak dapat menahan tetesan air mata yang hangat perlahan mengalir
dipipiku. Aku merasa sedih saat Raina mengatakan hal itu. Kemudian ia
kembali memelukku, lebih lama dan lebih dalam dari sebelumnya. Ini
adalah momen yang tidak akan kulupakan.
Setelah
puas seharian jalan bersama Raina aku pun mengantarkannya pulang, tapi
aku tidak sampai ke rumahnya, hanya di depan gapura perumahan karna aku
sudah keburu cape dan ingin cepat-cepat berbaring ditempat tidur.
Sesampainya dirumah aku mendapati orangtuaku dan Avia dengan wajah
gelisah sedang duduk diruang keluarga. Begitu melihat aku sudah pulang,
mama langsung menghampiriku.
“ya ampun
Niko! Kamu kemana aja sih dari pagi?! Mama telfonin tapi nomer kamu gak
aktif! Kamu tuh habis dari mana?!” yang namanya mama kalo udah ngomong
ga ada titik komanya. Aku jadi bingung mau jawab yang mana dulu.
“aku abis...” belum selesai menjawab Avia menyela pembicaraanku dengan mama.
“kakak Rai meninggal kak. Dia kecelakaan tertabrak Truk tadi pagi.” Sela adikku.
Gelap, dunia ini seakan berubah kelam bagiku. Bagaimana mungkin?! Tadi pagi, hah?!
Sedangkan Raina baru saja menghabiskan waktu bersama denganku! Mereka
pasti salah! Mereka pasti membohongiku! Aku jatuh tersungkur,
membenamkan wajahku kedalam kedua telapak tanganku.
Rai, mana mungkin...mana mungkin ini terjadi kepadamu, iya kan Rai?! Jawab aku Raina?!!!
Tolong jangan tinggalkan aku Rai...
“Place and time always on my mind.. I have so much to say but you’re so far away...”
*Avenged Sevenfold – So Far Away*
Keesokan
paginya aku dan keluarga mendatangi rumah Raina yang terpampang bendera
kuning. Banyak orang-orang yang berdatangan untuk memberikan doanya.
Disamping peti kayu yang dingin itu aku melihat Om Johan dan Tante Lucy
sedang menangisi anak mereka. Terutama Tante Lucy, ia tampak kehilangan
dan Om Johan berusaha terlihat tegar sambil menyemangati istrinya.
Kaki ku
tidak mampu bergerak selangkah pun. Rasanya aku tidak sanggup harus
melihatnya. Aku tidak berani menghadapi semua ini sendiri. Tapi Avia
menggengam tanganku, ia tersenyum padaku seolah memberikan kekuatan
kepadaku.
Melihatmu terbujur kaku berhiaskan gaun putih dan bunga yang kau pegang... kau sungguh cantik Rai.. benar-benar seperti malaikat. Setidaknya aku sangat senang karna sebelum kau pergi kau menemuiku lebih dahulu dan menghabiskan waktu bersama denganku..
Tidak
ada lagi yang dapat kukatakan Rai. Disatu sisi aku memang kehilanganmu
tapi disisi lain aku ingat perkataanmu bahwa aku tidak boleh menderita
jika orang yang ku cintai pergi meninggalkan aku, karena kau sebagai
orang yang ku cintai akan selalu ada dihatiku.
Tidurlah
dengan damai, bawalah seluruh kenangan kita bersama kepergianmu. Jangan
pernah lupakan aku dari hidupmu. Tetaplah berada dihatiku selamanya,
karena aku tidak akan pernah menghapusmu dari ingatanku.
Aku
yakin Rai, seseorang yang mencintaiku telah menungguku diluar sana..
meskipun aku sekarang belum menemukannya, tapi satu yang pasti bahwa
tidak akan pernah ada yang bisa menggantikanmu...
***
Gadis itu memberikan
kecupan lembut yang terakhir di pipi Niko tanpa sepengetahuannya. Ia
menangis untuk yang terakhir kalinya dan terbang jauh menembus awan.
“Ko,
aku minta maaf karna aku tidak bisa berada disismu selamanya sampai
kapanpun seperti perkataanku, tapi aku akan selalu mengawasimu dari atas
sini ko...aku akan menyaksikan sendiri kau bersama orang yang
benar-benar kau cintai hidup berdampingan...rasanya aku tidak sabar
menunggu akan hal itu..selamat tinggal Niko...”
“I hope it's worth it, what's left behind me...
I know you'll find your own way when I'm not with you...”
*Avenged Sevenfold – Fiction*
0 komentar:
Posting Komentar