“Agatha bukan cewek populer! Agatha gak cantik! Agatha juga gak putih!
Tapi kenapa Fathan mempertahankan hubungan dengan Agatha?” Ungkap Agatha
membelakangiku. Aku tahu, Agatha sedang menangis dan dia tidak ingin
aku melihat butiran-butiran air mata yang menetes dari ujung matanya.
Ini semua salahku. Jika aku tidak ikut-ikutan merayakan kemenangan Tim Basket ku. Agatha tidak akan menunggu ku hingga larut malam di Taman. Agatha tidak akan meminta putus dariku dan dia tidak akan menangis seperti ini.
Jujur, dibanding Agatha, cewek-cewek yang mengidolakanku jauh lebih cantik. Meskipun tubuh Agatha mungil, kulitnya tak putih, tapi buatku Agatha sangat manis. Matanya yang bulat selalu memancarkan kebahagiaan, kepolosannya membuatku nyaman dan tidak meragukannya lagi, tingkahnya yang manja membuatku selalu ingin menjaganya.
Aku dan Agatha satu kelas saat kami kelas 1 SMP. Dia sangat ceria dan baik hati, sifatnya yang polos dan seperti anak kecil selalu menjadi bahan lelucon buat teman-teman satu kelas. Tapi Agatha tidak pernah marah ataupun tersinggung. “Itu kan Cuma bercanda. Kalo Agatha sakit hati nanti Agatha gak gendut-gendut.” Ungkapnya ringan saat salah satu teman mendekatinya.
Awalnya aku sama seperti anak-anak yang lain, aku ikut meledek Agatha dengan mengatainya “Dasar anak kecil!” setiap kali dia mendekatiku. Agatha berbeda dengan anak-anak cewek lainnya yang kebanyakan dari mereka terlalu memaksakan diri untuk menjadi dewasa, dandan berlebihan dan sebagian dari mereka bahkan genit padaku. Bahkan, karena aku terlalu sering mengatai Agatha Anak Kecil, Agatha merasa segan dan tidak berani mendekatiku lagi. Ditambah dengan banyaknya cewek-cewek kece yang selalu menggerubutiku.
Suatu saat sepulang sekolah, aku melihat Agatha tengah menyebrangkan seorang nenek-nenek, aku hanya tersenyum melihatnya karena memang Agatha seorang yang baik. Saat tiba diseberang jalan Agatha berteriak memanggil-manggil namaku dan dia memintaku untuk menyebrangkannya, karena ternyata dia sendiri tidak bisa menyebrang. Saat itu, Agatha sangat konyol, dia hanya menunduk dan menyembunyikan pipi merahnya karena malu.
“Sebenernya Agatha gak bisa nyebrang, tadi Cuma kasian aja sama nenek-neneknya.” Ungkapnya saat itu.
“Terus kalo kamu ketabrak gimana?” Tanyaku.
“Kalo mau nolong itu gak boleh takut. Sekarang kan Agatha udah di tolong sama Fathan. Makasih ya Fathan.” Jawab Agatha.
“Dasar anak kecil!” Aku mengatainya lagi. Agatha hanya nyengir dan dibalik bibirnya yang tipis tampak barisan gigi kecil yang rapi dan bersih melengkapi kelucuannya. Kami pun berpisah saat itu, tapi entah kenapa tingkah Agatha siang itu selalu terbayang-banyang, membuatku senyum-senyum sendiri. Membayangkan saat dia memanggil-manggil namaku dan memohon padaku untuk menyebrangkannya, padahal sebelumya dia menjadi pahlawan buat nenek-nenek yang gak bisa nyebrang.
Esoknya di sekolah, aku melihat ada kotak makan di atas mejaku. Isinya Nasi goreng berbentuk Hati dan dihiasi sayuran yang tersenyum pada siapapun yang melihatnya. Tanpa bertanya-tanya siapa yang memberikan Nasi goreng padaku, aku langsung menyantap habis Nasi goreng itu. Anak-anak cewek di kelasku berbisik-bisik, mungkin mereka penasaran dan sedikit cemburu pada Sipembuat Nasi goreng itu.
“Nasi goreng dari siapa Fhat?” Tanya salah satu cewek yang menyukaiku.
“Dari pahlawan kesiangan.” Jawabku. Aku tahu Nasi goreng itu pasti dari Agatha, karena dari tadi Agatha hanya duduk dan membenamkan kepalanya di antara kedua lengannya. Gak seperti biasanya, setiap pagi pasti dia loncat kesana-kemari menyapa teman-teman satu kelas. “Yang datang subuh kan Agatha! Dia pasti tau siapa yang naro tempat makan di mejaku.” Kataku membuat Agatha mengangkat kepalanya.
“Agatha gak enak badan ko, jdi dari tadi bobo aja, gak tau apa-apa.” Ungkap Agatha sambil membenamkan kepalanya kembali.
Semenjak kejadian itu, Agatha menjaga jarak denganku. Dia seolah-olah tidak mengenalku, padahal aku selalu mengingat-ngingat kekonyolannya. Saat kelas 2 SMP, kami berbeda kelas, aku tidak bisa melihat kekonyolannya lagi, bahkan nama Agatha seolah menghilang dari kehidupanku. Itu karena dia berubah menjadi seorang yang pemalu dan tidak terlalu aktif, tidak sepertiku yang mengikuti berbagai organisasi sekolah dan namaku semakin meroket dikalangan cewek-cewek penghuni sekolah.
Siang itu secara tidak sengaja aku bertemu dengan Agatha di depan kelasnya, Agatha berlalu begitu saja meninggalkan aku. Tapi kali ini aku tidak bisa berpura-pura acuhkan dia.
“Agatha!” Panggilku. Agatha menoleh padaku tanpa ekspresi. Aku menghampirinya, jujur aku ingin sekali mencubit pipinya yang kini agak cabi. “Makasih Nasi goreng yang waktu itu.” Ungkapku.
“Nasi goreng?” Tanya Agatha sedikit lupa. “O, iya, makasi ya Fathan uda nolongin Agatha waktu itu.”
“Selain gak bisa nyebrang, kamu pilon juga ya?” Godaku.
“Iya, Agatha akhir-akhir ini memang sedikit pelupa. Maaf ya.”
“Besok sore ada acara gak?” Tanyaku
“Enggak, Agatha di rumah aja.”
“Nonton pertandinganku ya! Pulang sekolah! Please!”Aku membujuk Agatha, dan akhirnya Agatha bersedia menonton pertandingan basketku.
Pertandingan basketpun mulai berlangsung, tapi kedua mataku belum menemukan sosok Agatha. Yang kutemukan hanya teriakan cewek-cewek fansku yang tidak berhenti berteriak memanggil-manggil namaku. Aku mulai khawatir, aku takut Agatha tidak datang. Akupun kecewa, karena Agatha tidak kunjung datang hingga pertandingan usai. Saat diperjalanan pulang, Agatha menghampiriku, dia datang dengan membawa kotak makanan.
“Agatha telat, tapi Agatha bawa nasi goreng sebagai tanda maaf karena Agatha udah telat dan gak nonton pertandingan Fathan.” Ungkap Agatha memohon maaf padaku. Awalnya aku memang kecewa dan marah padanya, tapi setelah melihat kepolosannya, aku berubah fikiran. Aku tidak ingin Agatha merasa bersalah karena dia tidak menonton pertandinganku, aku hanya ingin melihat senyum cerianya seperti dulu, dan tiba-tiba muncul perasaan aneh di dalam hatiku. Aku ingin menjaga Agatha, aku ingin menjadi pelindung Agatha.
Saat itu juga aku mengungkapkan perasaanku pada Agatha. Aku menyukai kepolosannya dan tingkahnya yang seperti anak kecil. Memang sangat konyol, tapi aku ingin selalu bersama Agatha, menjaganya seperti adikku sendiri, melindunginya, menyayangi dan mencintainya.
“Fathan ngigo! Masa mau jadi pacar Agatha!” Ungkapnya saat aku meminta dia menjadi kekasihku.
“Aku serius, Agatha mau kan jadi pacar Aku?” Tanyaku memohon.
“Kita kan masih kecil. Apalagi Fathan tau Agatha seperti apa, Agatha gak percaya kalo Fathan sayang sama Agatha. Fans Fathan kan cantik-cantik! Masa Fathan sayang sama Agatha?” Jelas Agatha.
“Tapi aku beneran sayang sama kamu Tha! Aku suka kamu! Kamu perlu bukti apa agar percaya?”
“Agatha bingung. Fathan terlalu sempurna buat Agatha. Apa kata orang-orang kalo tau kita pacaran.” Ucap Agatha sendu.
“Aku gak peduli ucapan orang lain Tha! Memangnya kamu gak suka sama Aku?”
“Agatha suka sama Fathan, tapi…” Agatha berhenti bicara. “Fathan terlalu tampan buat Agatha.” Lanjutnya
Aku hanya tertawa mendengar penjelasan Agatha saat itu, dia mengakui bahwa Aku tampan dan dia menyukaiku. Kami berpisah saat itu, dan sepanjang malam aku memikirkan cara untuk membuat Agatha percaya bahwa aku menyayanginya. Berhari-hari aku memikirkan cara yang tepat, hingga akhirnya saat hari senin tiba. Seusai upacara bendera, Aku dan Tim basket ku diberi kesempatan untuk menaiki podium dan menyampaikan sepatah duapatah kata karena Tim kami mejadi pemenang dalam pertandingan persahabatan antar sekolah. Aku sebagai kapten, diberi kesempatan pertama, dan kugunakan kesempatan itu untuk mengungkapkan perasaanku pada Agatha.
“Kemenangan ini sepenuhnya ku persembahkan untuk yang tersayang Agatha Shafira.” Dengan penuh rasa percaya diri aku menyampaikan kalimat itu di hadapan semua murid. Kontan, anak-anak cewek yang tengah berbaris itu berteriak, mereka seakan tidak percaya dengan apa yang telah ku ucapkan. Kupandang Agatha yang berdiri dibarisan paling depan, dia hanya menunduk. Dan Aku sangat khawatir Agatha akan marah, atau Agatha akan di labrak oleh cewek-cewek penggemarku.
Saat jam istirahat, Aku menemui Agatha di kelasnya. Aku langsung menghampirinya, Aku siap jika Agatha marah padaku atau menamparku.
“Agatha, Aku minta maaf. Kamu jangan marah sama Aku ya!” Pintaku.
“Agatha gak marah sama Fathan. Agatha cuman malu aja sama temen-temen.”
“Jadi?” Tanyaku.
“Agatha……” Agatha terdiam dan mulai meneteskan air mata. “Agatha juga sayang sama Fathan.” Lanjutnya membuatku lega dan bahagia.
“Agatha yakin? Agatha mau jadi pacar Fathan?”
“Mau.” Ungkapnya malu-malu. Kuhapus air mata yang telah membasahi pipinya. Ku usap lembut rambutnya yang panjang. Agatha mengacungkan jari kelingkingnya padaku.
“Fathan janji kan gak bakal nyakitin Agatha?” Tanya Agatha.
“Janji.” Kataku melingkarkan jari kelingkingku ke jari kelingking Agatha.
Sejak saat itu kami selalu bersama, kami saling melengkapi satu sama lain. Rasanya hidupku tak ada beban saat aku bersama Agatha, dia selalu membuatku tertawa, membuatku bahagia, aku benar-benar nyaman bersamanya. Agatha menerima segala kekuranganku, dia adalah wanita yang sangat bisa mengerti aku.
Saat SMA, kita berbeda sekolah. Aku tetap menepati janjiku untuk tidak menyakiti Agatha. Jujur, awalnya aku takut jika Agatha mencintai cowok lain, atau dia berselingkuh dengan cowok lain, atau ada cowok lain yang mendekati Agatha di sekolahnya. Aku sangat ketakutan saat itu, tapi Aku tidak bisa mengekang atau mengatur-ngatur Agatha seenakku. Aku sangat takut kehilangan Agatha.
Aku tidak peduli dengan olok-olokan teman SMA ku terhadap Agatha. Mereka berkata Agatha tidak sepadan dengan ku. Mereka memanas-manasiku untuk putus dari Agatha, bahkan mereka sengaja mendekatkan aku dengan seorang Wanita bernama Eliana. Eliana memang cantik, bertubuh tinggi dan langsing, siapapun yang melihatnya akan langsung tertarik padanya. Eliana baik hati, sama seperti Agatha, hanya saja Eliana lebih dewasa dari Agatha.
Awalnya aku tidak tertarik sama sekali pada Eliana. Agatha tetap menjadi wanita pujaanku. Namun setelah Dua Tahun satu kelas dengan Eliana, aku semakin mengenal Eliana, dan perasaan itu tumbuh begitu saja. Entah setan apa yang merasuki fikiranku, aku merasa lebih nyaman bersama Eliana dan Aku lebih sering bersama Eliana.
“El, kamu tahu semua tentang Aku kan? Tentang Agatha?” Tanyaku pada Eliana.
“Tahu, aku tahu semua tentang kamu! Cintamu yang begitu besar untuk Agatha. Tapi apa Aku salah, mencinta kamu?” Jelas Eliana.
“Gak ada yang salah El. Aku juga punya perasaan yang sama, aku mencintai kamu El! Tapi Aku gak bisa meninggalkan Agatha.”
“Cintamu sama Agatha lebih besar. Aku bisa terima itu, tapi Aku gak bisa terima kalau kamu menghianati Agatha. Agatha gak pantes buat disakiti.”
“Terus, gimana sama kita El?” Tanyaku
“Than, Jangan pernah sakitin Agatha! Dia terlalu baik. Dan lupain perasaan yang kamu punya buat Aku.” Jelas Eliana yang membuatku tersadar, bahwa memang kenyataannya Aku lebih mencintai Agatha. Bahkan Eliana yang baru sekali bertemu dengan Agatha tidak ingin melukai ataupun menyakiti Agatha yang begitu baik dan polos. Aku sadar, sadar dari kekhilafanku, sadar telah mengacuhkan dan tidak memperhatikan Agatha akhir-akhir ini.
Kini Aku dan Eliana hanya berteman biasa saja, aku lebih menjaga jarak dengan Eliana, karena Aku takut perasaan suka ku terhadapnya muncul lagi. Aku menyadari bahwa Aku salah, meskipun Agatha tidak tahu Aku pernah menyukai wanita lain. Bahkan Aku merasa malu ketika berada di hadapannya, ketika dia selalu jujur dan menceritakan semua yang terjadi di sekolahnya, tentang teman-teman cowoknya yang suka menggoda dan baik padanya. Bahkan kadang Aku merasa cemburu ketika Agatha menceritakan teman cowok yang menyukainya.
“Kamu suka juga sama dia Tha?” Tanyaku saat Agatha menceritakan Teman Cowok yang Nembak dia.
“Engga, dia kan temen Agatha. Lagian Agatha sayangnya cuman sama Fathan, jadi Fathan gak usah khawatir ya!” Jawabnya polos.
Aku percaya pada Agatha, dia tidak mungkin menghianatiku. Dan akupun belajar jujur pada Agatha, kecuali tentang perasaanku pada Eliana, Aku tidak menceritakannya. Hubunganku dengan Agatha tidak pernah ada masalah, kami tidak pernah bertengkar.
Tapi, saat ini untuk yang pertama kalinya, Aku telah membuat Agatha kecewa padaku. Aku lebih memilih berpesta dengan teman-temanku, bahkan Aku tidak memberitahu Agatha bahwa Aku tidak akan datang menemuinya di Taman. Agatha menungguku di Taman hingga malam, padahal Aku yang telah membuat janji dengannya, Aku yang meminta Agatha untuk datang ke Taman.
“Agatha tahu! Fathan sebenernya suka sama Eliana kan?” Agatha tetap membelakangiku. Pertanyaan Agatha membuatku kaget dan bahkan Aku tidak bisa bicara apa-apa.
“Fathan suka kan sama Eliana? Jujur!” Agatha berbalik menatapku dan Aku bisa melihat air mata yang membanjiri wajahnya dengan jelas.
“Aku….aku….menyukai Eliana. Tapi sungguh, Aku gak pernah menghianati Kamu Tha! Aku lebih mencintai Kamu!” Jawabku Jujur.
“Tapi tetap aja di hati Fathan gak cuman ada Agatha, ada Eliana juga. Fathan gak tahu, kalo selama ini Agatha cemburu sama Eliana kan?” Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan menunggu apa yang akan dibicarakan Agatha selanjutnya.
“Fathan gak akan tahu! Karena Fathan sekarang udah berubah! Fathan lebih deket sama Eliana dan temen-temen Fathan yang sekarang!” Ungkap Agatha dengan Tangis yang lebih kencang. “Agatha sadar ko, dibanding Agatha, Eliana jauh lebih cantik. Fathan lebih cocok sama Eliana. Temen-temen Fathan juga lebih dukung Fathan sama Eliana kan?” Aku hanya bisa terdiam mendengarkn ucapan Agatha.
“Agatha capek pacaran sama Aku?” Tanyaku.
“Agatha kasian aja sama Fathan. Fathan punya pacar jelek kaya Agatha.” Jawabnya.
“Siapa yang bilang Agatha jelek? Apa pernah Aku bilang Agatha jelek! Buat Aku, Kamu lebih dari sekedar cantik, hati kamu cantik Tha! Dan Aku sangat mencintai kamu! Aku gak mau kehilangan Kamu. Gak ada yang bisa misahin kita, Eliana atau teman-temanku gak bisa mengubah perasaan Aku sama Kamu!”
“Tapi Fathan suka sama Eliana kan? Fathan sama Eliana aja!”
“Tha!!!” Aku tidak sadar telah membentak Agatha. Kini Tangis Agatha lebih kencang, bahkan dia berlari meninggalkanku. Aku hanya bisa terdiam, Aku merasa tidak memiliki kekuatan untuk mengejarnya.
Sesampainya di rumah fikiranku sangat kacau, aku tidak bisa berhenti memikirkan Agatha, juga memikirkan cara untuk membuat Agatha percaya lagi padaku. Semalaman Aku tidak bisa tidur, nomor Agatha bahkan tidak bisa dihubungi. Hingga pagi datang, saat Aku hendak pergi ke sekolah, tiba-tiba ponsel ku berdering dan itu telfon dari Ibu Agatha. Dengan fikiran yang tidak tenang, Aku langsung menuju Rumah Sakit.
Kulihat tubuh mungil Agatha terkulai lemah di atas ranjang putih. Karena bertengkar dengan ku kemarin, Agatha tertabrak mobil ketika hendak menyebrang. Aku semakin merasa bersalah, ku kecup kening Agatha seraya mengatakan kata maaf. Meskipun Agatha terpejam, tapi kuharap ia bisa mendengarkan kata maafku. Aku menunggu Agatha terbangun, kududuk di samping Agatha yang terbaring, Aku terus berdo’a dan mengucapkan kata maaf di telinganya.
“Agatha sangat mencintai Nak Fathan. Meskipun banyak teman cowoknya yang main ke rumah dan meminta Agatha menjadi pacarnya. Nak Fathan tetap jadi pilihannya.” Ungkap Ibu Agatha. Ia menceritakan kisah hidup Agatha dari kecil hingga saat ini. Sekarang Aku tahu kebiasaan dan hal-hal lain tentang Agatha yang tidak Agatha ceritakan padaku.
Satu minggu berlalu, kini Agatha sudah bisa masuk sekolah. Sebelum Agatha pulang dari Rumah sakit, Aku berjanji akan menjaga Agatha, dan kejadian ini tidak akan terulang lagi. Aku sangat bersyukur, Agatha bisa memaafkan Aku dan percaya pada cintaku.
“Fathan tetap sayang sama Agatha meskipun sekarang Agatha gak bisa jalan?” Ucapnya saat Aku menggandengnya berjalan melalui lorong menuju kelasnya. Selama Agatha belum bisa berjalan normal, Aku akan setia mengantarnya kemanapun ia pergi. Termasuk mengantarnya kesekolah hingga ia masuk kelas dan duduk di kursinya.
“Aku sayang kamu. Dan perasaan ku gak akan berubah hanya karena kamu gak bisa jalan.” Jawabku
“Sekalipun Agatha buta, tuli dan gak bisa ngomong?” Tanya nya lagi.
“Sekalipun kamu berubah jadi gendut atau jadi monster pun Aku bakal selalu sayang sama Kamu. Karena Aku sayang dan mencintai apa yang ada dalam diri kamu.” Agatha tersenyum mendengar jawabanku.
“Apa yang Fathan suka dari Agatha?”
“Semuanya! Karena buat Aku, Kamu itu sempurna.”
Kulihat Agatha tersipu malu dan itu nampak jelas dari pipinya yang memerah, sungguh ia begitu manis.
Ini semua salahku. Jika aku tidak ikut-ikutan merayakan kemenangan Tim Basket ku. Agatha tidak akan menunggu ku hingga larut malam di Taman. Agatha tidak akan meminta putus dariku dan dia tidak akan menangis seperti ini.
Jujur, dibanding Agatha, cewek-cewek yang mengidolakanku jauh lebih cantik. Meskipun tubuh Agatha mungil, kulitnya tak putih, tapi buatku Agatha sangat manis. Matanya yang bulat selalu memancarkan kebahagiaan, kepolosannya membuatku nyaman dan tidak meragukannya lagi, tingkahnya yang manja membuatku selalu ingin menjaganya.
Aku dan Agatha satu kelas saat kami kelas 1 SMP. Dia sangat ceria dan baik hati, sifatnya yang polos dan seperti anak kecil selalu menjadi bahan lelucon buat teman-teman satu kelas. Tapi Agatha tidak pernah marah ataupun tersinggung. “Itu kan Cuma bercanda. Kalo Agatha sakit hati nanti Agatha gak gendut-gendut.” Ungkapnya ringan saat salah satu teman mendekatinya.
Awalnya aku sama seperti anak-anak yang lain, aku ikut meledek Agatha dengan mengatainya “Dasar anak kecil!” setiap kali dia mendekatiku. Agatha berbeda dengan anak-anak cewek lainnya yang kebanyakan dari mereka terlalu memaksakan diri untuk menjadi dewasa, dandan berlebihan dan sebagian dari mereka bahkan genit padaku. Bahkan, karena aku terlalu sering mengatai Agatha Anak Kecil, Agatha merasa segan dan tidak berani mendekatiku lagi. Ditambah dengan banyaknya cewek-cewek kece yang selalu menggerubutiku.
Suatu saat sepulang sekolah, aku melihat Agatha tengah menyebrangkan seorang nenek-nenek, aku hanya tersenyum melihatnya karena memang Agatha seorang yang baik. Saat tiba diseberang jalan Agatha berteriak memanggil-manggil namaku dan dia memintaku untuk menyebrangkannya, karena ternyata dia sendiri tidak bisa menyebrang. Saat itu, Agatha sangat konyol, dia hanya menunduk dan menyembunyikan pipi merahnya karena malu.
“Sebenernya Agatha gak bisa nyebrang, tadi Cuma kasian aja sama nenek-neneknya.” Ungkapnya saat itu.
“Terus kalo kamu ketabrak gimana?” Tanyaku.
“Kalo mau nolong itu gak boleh takut. Sekarang kan Agatha udah di tolong sama Fathan. Makasih ya Fathan.” Jawab Agatha.
“Dasar anak kecil!” Aku mengatainya lagi. Agatha hanya nyengir dan dibalik bibirnya yang tipis tampak barisan gigi kecil yang rapi dan bersih melengkapi kelucuannya. Kami pun berpisah saat itu, tapi entah kenapa tingkah Agatha siang itu selalu terbayang-banyang, membuatku senyum-senyum sendiri. Membayangkan saat dia memanggil-manggil namaku dan memohon padaku untuk menyebrangkannya, padahal sebelumya dia menjadi pahlawan buat nenek-nenek yang gak bisa nyebrang.
Esoknya di sekolah, aku melihat ada kotak makan di atas mejaku. Isinya Nasi goreng berbentuk Hati dan dihiasi sayuran yang tersenyum pada siapapun yang melihatnya. Tanpa bertanya-tanya siapa yang memberikan Nasi goreng padaku, aku langsung menyantap habis Nasi goreng itu. Anak-anak cewek di kelasku berbisik-bisik, mungkin mereka penasaran dan sedikit cemburu pada Sipembuat Nasi goreng itu.
“Nasi goreng dari siapa Fhat?” Tanya salah satu cewek yang menyukaiku.
“Dari pahlawan kesiangan.” Jawabku. Aku tahu Nasi goreng itu pasti dari Agatha, karena dari tadi Agatha hanya duduk dan membenamkan kepalanya di antara kedua lengannya. Gak seperti biasanya, setiap pagi pasti dia loncat kesana-kemari menyapa teman-teman satu kelas. “Yang datang subuh kan Agatha! Dia pasti tau siapa yang naro tempat makan di mejaku.” Kataku membuat Agatha mengangkat kepalanya.
“Agatha gak enak badan ko, jdi dari tadi bobo aja, gak tau apa-apa.” Ungkap Agatha sambil membenamkan kepalanya kembali.
Semenjak kejadian itu, Agatha menjaga jarak denganku. Dia seolah-olah tidak mengenalku, padahal aku selalu mengingat-ngingat kekonyolannya. Saat kelas 2 SMP, kami berbeda kelas, aku tidak bisa melihat kekonyolannya lagi, bahkan nama Agatha seolah menghilang dari kehidupanku. Itu karena dia berubah menjadi seorang yang pemalu dan tidak terlalu aktif, tidak sepertiku yang mengikuti berbagai organisasi sekolah dan namaku semakin meroket dikalangan cewek-cewek penghuni sekolah.
Siang itu secara tidak sengaja aku bertemu dengan Agatha di depan kelasnya, Agatha berlalu begitu saja meninggalkan aku. Tapi kali ini aku tidak bisa berpura-pura acuhkan dia.
“Agatha!” Panggilku. Agatha menoleh padaku tanpa ekspresi. Aku menghampirinya, jujur aku ingin sekali mencubit pipinya yang kini agak cabi. “Makasih Nasi goreng yang waktu itu.” Ungkapku.
“Nasi goreng?” Tanya Agatha sedikit lupa. “O, iya, makasi ya Fathan uda nolongin Agatha waktu itu.”
“Selain gak bisa nyebrang, kamu pilon juga ya?” Godaku.
“Iya, Agatha akhir-akhir ini memang sedikit pelupa. Maaf ya.”
“Besok sore ada acara gak?” Tanyaku
“Enggak, Agatha di rumah aja.”
“Nonton pertandinganku ya! Pulang sekolah! Please!”Aku membujuk Agatha, dan akhirnya Agatha bersedia menonton pertandingan basketku.
Pertandingan basketpun mulai berlangsung, tapi kedua mataku belum menemukan sosok Agatha. Yang kutemukan hanya teriakan cewek-cewek fansku yang tidak berhenti berteriak memanggil-manggil namaku. Aku mulai khawatir, aku takut Agatha tidak datang. Akupun kecewa, karena Agatha tidak kunjung datang hingga pertandingan usai. Saat diperjalanan pulang, Agatha menghampiriku, dia datang dengan membawa kotak makanan.
“Agatha telat, tapi Agatha bawa nasi goreng sebagai tanda maaf karena Agatha udah telat dan gak nonton pertandingan Fathan.” Ungkap Agatha memohon maaf padaku. Awalnya aku memang kecewa dan marah padanya, tapi setelah melihat kepolosannya, aku berubah fikiran. Aku tidak ingin Agatha merasa bersalah karena dia tidak menonton pertandinganku, aku hanya ingin melihat senyum cerianya seperti dulu, dan tiba-tiba muncul perasaan aneh di dalam hatiku. Aku ingin menjaga Agatha, aku ingin menjadi pelindung Agatha.
Saat itu juga aku mengungkapkan perasaanku pada Agatha. Aku menyukai kepolosannya dan tingkahnya yang seperti anak kecil. Memang sangat konyol, tapi aku ingin selalu bersama Agatha, menjaganya seperti adikku sendiri, melindunginya, menyayangi dan mencintainya.
“Fathan ngigo! Masa mau jadi pacar Agatha!” Ungkapnya saat aku meminta dia menjadi kekasihku.
“Aku serius, Agatha mau kan jadi pacar Aku?” Tanyaku memohon.
“Kita kan masih kecil. Apalagi Fathan tau Agatha seperti apa, Agatha gak percaya kalo Fathan sayang sama Agatha. Fans Fathan kan cantik-cantik! Masa Fathan sayang sama Agatha?” Jelas Agatha.
“Tapi aku beneran sayang sama kamu Tha! Aku suka kamu! Kamu perlu bukti apa agar percaya?”
“Agatha bingung. Fathan terlalu sempurna buat Agatha. Apa kata orang-orang kalo tau kita pacaran.” Ucap Agatha sendu.
“Aku gak peduli ucapan orang lain Tha! Memangnya kamu gak suka sama Aku?”
“Agatha suka sama Fathan, tapi…” Agatha berhenti bicara. “Fathan terlalu tampan buat Agatha.” Lanjutnya
Aku hanya tertawa mendengar penjelasan Agatha saat itu, dia mengakui bahwa Aku tampan dan dia menyukaiku. Kami berpisah saat itu, dan sepanjang malam aku memikirkan cara untuk membuat Agatha percaya bahwa aku menyayanginya. Berhari-hari aku memikirkan cara yang tepat, hingga akhirnya saat hari senin tiba. Seusai upacara bendera, Aku dan Tim basket ku diberi kesempatan untuk menaiki podium dan menyampaikan sepatah duapatah kata karena Tim kami mejadi pemenang dalam pertandingan persahabatan antar sekolah. Aku sebagai kapten, diberi kesempatan pertama, dan kugunakan kesempatan itu untuk mengungkapkan perasaanku pada Agatha.
“Kemenangan ini sepenuhnya ku persembahkan untuk yang tersayang Agatha Shafira.” Dengan penuh rasa percaya diri aku menyampaikan kalimat itu di hadapan semua murid. Kontan, anak-anak cewek yang tengah berbaris itu berteriak, mereka seakan tidak percaya dengan apa yang telah ku ucapkan. Kupandang Agatha yang berdiri dibarisan paling depan, dia hanya menunduk. Dan Aku sangat khawatir Agatha akan marah, atau Agatha akan di labrak oleh cewek-cewek penggemarku.
Saat jam istirahat, Aku menemui Agatha di kelasnya. Aku langsung menghampirinya, Aku siap jika Agatha marah padaku atau menamparku.
“Agatha, Aku minta maaf. Kamu jangan marah sama Aku ya!” Pintaku.
“Agatha gak marah sama Fathan. Agatha cuman malu aja sama temen-temen.”
“Jadi?” Tanyaku.
“Agatha……” Agatha terdiam dan mulai meneteskan air mata. “Agatha juga sayang sama Fathan.” Lanjutnya membuatku lega dan bahagia.
“Agatha yakin? Agatha mau jadi pacar Fathan?”
“Mau.” Ungkapnya malu-malu. Kuhapus air mata yang telah membasahi pipinya. Ku usap lembut rambutnya yang panjang. Agatha mengacungkan jari kelingkingnya padaku.
“Fathan janji kan gak bakal nyakitin Agatha?” Tanya Agatha.
“Janji.” Kataku melingkarkan jari kelingkingku ke jari kelingking Agatha.
Sejak saat itu kami selalu bersama, kami saling melengkapi satu sama lain. Rasanya hidupku tak ada beban saat aku bersama Agatha, dia selalu membuatku tertawa, membuatku bahagia, aku benar-benar nyaman bersamanya. Agatha menerima segala kekuranganku, dia adalah wanita yang sangat bisa mengerti aku.
Saat SMA, kita berbeda sekolah. Aku tetap menepati janjiku untuk tidak menyakiti Agatha. Jujur, awalnya aku takut jika Agatha mencintai cowok lain, atau dia berselingkuh dengan cowok lain, atau ada cowok lain yang mendekati Agatha di sekolahnya. Aku sangat ketakutan saat itu, tapi Aku tidak bisa mengekang atau mengatur-ngatur Agatha seenakku. Aku sangat takut kehilangan Agatha.
Aku tidak peduli dengan olok-olokan teman SMA ku terhadap Agatha. Mereka berkata Agatha tidak sepadan dengan ku. Mereka memanas-manasiku untuk putus dari Agatha, bahkan mereka sengaja mendekatkan aku dengan seorang Wanita bernama Eliana. Eliana memang cantik, bertubuh tinggi dan langsing, siapapun yang melihatnya akan langsung tertarik padanya. Eliana baik hati, sama seperti Agatha, hanya saja Eliana lebih dewasa dari Agatha.
Awalnya aku tidak tertarik sama sekali pada Eliana. Agatha tetap menjadi wanita pujaanku. Namun setelah Dua Tahun satu kelas dengan Eliana, aku semakin mengenal Eliana, dan perasaan itu tumbuh begitu saja. Entah setan apa yang merasuki fikiranku, aku merasa lebih nyaman bersama Eliana dan Aku lebih sering bersama Eliana.
“El, kamu tahu semua tentang Aku kan? Tentang Agatha?” Tanyaku pada Eliana.
“Tahu, aku tahu semua tentang kamu! Cintamu yang begitu besar untuk Agatha. Tapi apa Aku salah, mencinta kamu?” Jelas Eliana.
“Gak ada yang salah El. Aku juga punya perasaan yang sama, aku mencintai kamu El! Tapi Aku gak bisa meninggalkan Agatha.”
“Cintamu sama Agatha lebih besar. Aku bisa terima itu, tapi Aku gak bisa terima kalau kamu menghianati Agatha. Agatha gak pantes buat disakiti.”
“Terus, gimana sama kita El?” Tanyaku
“Than, Jangan pernah sakitin Agatha! Dia terlalu baik. Dan lupain perasaan yang kamu punya buat Aku.” Jelas Eliana yang membuatku tersadar, bahwa memang kenyataannya Aku lebih mencintai Agatha. Bahkan Eliana yang baru sekali bertemu dengan Agatha tidak ingin melukai ataupun menyakiti Agatha yang begitu baik dan polos. Aku sadar, sadar dari kekhilafanku, sadar telah mengacuhkan dan tidak memperhatikan Agatha akhir-akhir ini.
Kini Aku dan Eliana hanya berteman biasa saja, aku lebih menjaga jarak dengan Eliana, karena Aku takut perasaan suka ku terhadapnya muncul lagi. Aku menyadari bahwa Aku salah, meskipun Agatha tidak tahu Aku pernah menyukai wanita lain. Bahkan Aku merasa malu ketika berada di hadapannya, ketika dia selalu jujur dan menceritakan semua yang terjadi di sekolahnya, tentang teman-teman cowoknya yang suka menggoda dan baik padanya. Bahkan kadang Aku merasa cemburu ketika Agatha menceritakan teman cowok yang menyukainya.
“Kamu suka juga sama dia Tha?” Tanyaku saat Agatha menceritakan Teman Cowok yang Nembak dia.
“Engga, dia kan temen Agatha. Lagian Agatha sayangnya cuman sama Fathan, jadi Fathan gak usah khawatir ya!” Jawabnya polos.
Aku percaya pada Agatha, dia tidak mungkin menghianatiku. Dan akupun belajar jujur pada Agatha, kecuali tentang perasaanku pada Eliana, Aku tidak menceritakannya. Hubunganku dengan Agatha tidak pernah ada masalah, kami tidak pernah bertengkar.
Tapi, saat ini untuk yang pertama kalinya, Aku telah membuat Agatha kecewa padaku. Aku lebih memilih berpesta dengan teman-temanku, bahkan Aku tidak memberitahu Agatha bahwa Aku tidak akan datang menemuinya di Taman. Agatha menungguku di Taman hingga malam, padahal Aku yang telah membuat janji dengannya, Aku yang meminta Agatha untuk datang ke Taman.
“Agatha tahu! Fathan sebenernya suka sama Eliana kan?” Agatha tetap membelakangiku. Pertanyaan Agatha membuatku kaget dan bahkan Aku tidak bisa bicara apa-apa.
“Fathan suka kan sama Eliana? Jujur!” Agatha berbalik menatapku dan Aku bisa melihat air mata yang membanjiri wajahnya dengan jelas.
“Aku….aku….menyukai Eliana. Tapi sungguh, Aku gak pernah menghianati Kamu Tha! Aku lebih mencintai Kamu!” Jawabku Jujur.
“Tapi tetap aja di hati Fathan gak cuman ada Agatha, ada Eliana juga. Fathan gak tahu, kalo selama ini Agatha cemburu sama Eliana kan?” Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku dan menunggu apa yang akan dibicarakan Agatha selanjutnya.
“Fathan gak akan tahu! Karena Fathan sekarang udah berubah! Fathan lebih deket sama Eliana dan temen-temen Fathan yang sekarang!” Ungkap Agatha dengan Tangis yang lebih kencang. “Agatha sadar ko, dibanding Agatha, Eliana jauh lebih cantik. Fathan lebih cocok sama Eliana. Temen-temen Fathan juga lebih dukung Fathan sama Eliana kan?” Aku hanya bisa terdiam mendengarkn ucapan Agatha.
“Agatha capek pacaran sama Aku?” Tanyaku.
“Agatha kasian aja sama Fathan. Fathan punya pacar jelek kaya Agatha.” Jawabnya.
“Siapa yang bilang Agatha jelek? Apa pernah Aku bilang Agatha jelek! Buat Aku, Kamu lebih dari sekedar cantik, hati kamu cantik Tha! Dan Aku sangat mencintai kamu! Aku gak mau kehilangan Kamu. Gak ada yang bisa misahin kita, Eliana atau teman-temanku gak bisa mengubah perasaan Aku sama Kamu!”
“Tapi Fathan suka sama Eliana kan? Fathan sama Eliana aja!”
“Tha!!!” Aku tidak sadar telah membentak Agatha. Kini Tangis Agatha lebih kencang, bahkan dia berlari meninggalkanku. Aku hanya bisa terdiam, Aku merasa tidak memiliki kekuatan untuk mengejarnya.
Sesampainya di rumah fikiranku sangat kacau, aku tidak bisa berhenti memikirkan Agatha, juga memikirkan cara untuk membuat Agatha percaya lagi padaku. Semalaman Aku tidak bisa tidur, nomor Agatha bahkan tidak bisa dihubungi. Hingga pagi datang, saat Aku hendak pergi ke sekolah, tiba-tiba ponsel ku berdering dan itu telfon dari Ibu Agatha. Dengan fikiran yang tidak tenang, Aku langsung menuju Rumah Sakit.
Kulihat tubuh mungil Agatha terkulai lemah di atas ranjang putih. Karena bertengkar dengan ku kemarin, Agatha tertabrak mobil ketika hendak menyebrang. Aku semakin merasa bersalah, ku kecup kening Agatha seraya mengatakan kata maaf. Meskipun Agatha terpejam, tapi kuharap ia bisa mendengarkan kata maafku. Aku menunggu Agatha terbangun, kududuk di samping Agatha yang terbaring, Aku terus berdo’a dan mengucapkan kata maaf di telinganya.
“Agatha sangat mencintai Nak Fathan. Meskipun banyak teman cowoknya yang main ke rumah dan meminta Agatha menjadi pacarnya. Nak Fathan tetap jadi pilihannya.” Ungkap Ibu Agatha. Ia menceritakan kisah hidup Agatha dari kecil hingga saat ini. Sekarang Aku tahu kebiasaan dan hal-hal lain tentang Agatha yang tidak Agatha ceritakan padaku.
Satu minggu berlalu, kini Agatha sudah bisa masuk sekolah. Sebelum Agatha pulang dari Rumah sakit, Aku berjanji akan menjaga Agatha, dan kejadian ini tidak akan terulang lagi. Aku sangat bersyukur, Agatha bisa memaafkan Aku dan percaya pada cintaku.
“Fathan tetap sayang sama Agatha meskipun sekarang Agatha gak bisa jalan?” Ucapnya saat Aku menggandengnya berjalan melalui lorong menuju kelasnya. Selama Agatha belum bisa berjalan normal, Aku akan setia mengantarnya kemanapun ia pergi. Termasuk mengantarnya kesekolah hingga ia masuk kelas dan duduk di kursinya.
“Aku sayang kamu. Dan perasaan ku gak akan berubah hanya karena kamu gak bisa jalan.” Jawabku
“Sekalipun Agatha buta, tuli dan gak bisa ngomong?” Tanya nya lagi.
“Sekalipun kamu berubah jadi gendut atau jadi monster pun Aku bakal selalu sayang sama Kamu. Karena Aku sayang dan mencintai apa yang ada dalam diri kamu.” Agatha tersenyum mendengar jawabanku.
“Apa yang Fathan suka dari Agatha?”
“Semuanya! Karena buat Aku, Kamu itu sempurna.”
Kulihat Agatha tersipu malu dan itu nampak jelas dari pipinya yang memerah, sungguh ia begitu manis.
*****
Efih Sudini Afrilya
0 komentar:
Posting Komentar